Pages

Minggu, 01 Januari 2012

KUTUKAN GELORA BUNG KARNO?

selain kalah 2 kali di final dari malaysia di piala AFF dan SEA GAMES ternyata di GBK tinas juga pernah dikalahkan di partai hidup mati atau penentuan. apakah garuda merah putih memang sang juara tanpa mahkota ataukah ini kutukan stadion GELORA BUNG KARNO?

Berikut fakta kekalahan menyakitkan tim nasional kita di stadion Gelora Bung Karno, sebuah kutukan di balik kemegahan dan mahalnya stadion kebanggan nasional.

1. Asian Games 1962

Sebagai tuan rumah tim nasional sepakbola kita dijagokan akan meraih medali emas. Asumsi yang tidak berlebihan mengingat pada Asian Games 1958 di Tokyo kita berhasil meraih perunggu. Pada pertandingan awal timnas bermain cemerlang dengan mengalahkan Vietnam Selatan (1-0) dan Filipina (6-0). Musibah datang ketika di partai ketiga timnas kita dikalahkan Malaysia dengan skor tipis 2-3. Kekalahan yang membuat posisi Indonesia terancam. Entah main mata atau tidak, Malaysia mengalah dari Vietnam Selatan 0-3 dan beberapa hari kemudian Vietnam Selatan membantai Filipina 0-6.

Skenario yang matang untuk menyingkirkan timnas Indonesia yang digadang-gadang akan meraih emas. Di posisi akhir poin Malaysia, Indonesia dan Vietman Selatan sama, namun selisih gol Malaysia dan Vietnam Selatan lebih bagus. Indonesia akhirnya tersingkir dikandang sendiri. Malaysia yang diatas kertas bisa mengalahkan Vietnam Selatan dituduh main mata, sejak saat itu dendam serumpun selalu tumbuh kita timnas kita berjumpa Malaysia.

2. Pra Olimpiade 1976 Montreal

Tim nasional pra olimpiade 1976 ingin mengulang asa pendahulunya yang lolos ke Olimpiade 1956 Melbourne, maka direkrutlah pelatih dari Belanda bernam Wiel Coever yang dikenal sangat disiplin. Tampil di depan publik sendiri harusnya memberikan keuntungan bagi timnas kita. Di babak penyisihan grup 2 di partai awal timnas Garuda dikalahkan Korea utara 1-2, selanjutnya berturut-turut mengalahkan Malaysia 2-1, bermain imbang dengan Singapura 0-0 dan membantai Papua New Guinea 8-2. Hasil babak penyisihan kembali mempertemukan Indonesia dengan Korea Utara dipartai puncak memperebutkan satu tiket ke Montreal.

Dengan dukungan 120.000 penonton sebuah rekor penonton terbesar dalam sejarah di Asia, Risdianto dkk diharapkan bisa membalas kekalahan 1-2 dari tim semenanjung Korea. Sampai waktu normal 2×45 menit dan extra time 2×15 menit skor tetap imbang 0-0, berlanjut ke fase adu penalti. Penonton dibuat deg-degan, harapan ada dipundak kiper Ronny Pasla dan kelima penembak Indonesia. Sebuah tendangan melambuang dari Anjasmara memupus mimpi Indonesia ke Olimpiade Montreal, timnas kita kalah adu penalti. Timnas gagal mengulang sukses Ramang dkk yang menembus pentas dunia Olimpiade 1956.

3. Sea Games 1979

Ini kali kedua Indonesia berpartisipasi di Sea Games dan juga kali pertama Indonesia jadi tuan rumah. Sebelumnya di Sea Games 1977 di Kuala Lumpur timnas kita mengalahkan Malaysia 1-0 yang saat itu merupakan salah satu kekuatan utama Asia. Sebagai tuan rumah Indonesia ingin mengawinkan sukses sebagai juara umum dan meraih emas sepakbola.

Harapan terbuka lebar, di playoff menuju final Garuda senior mengalahkan Thailand 3-1 lewat adu penalti. Di final menunggu lawan tangguh Malaysia. Pertemuan dengan Malaysia mengusung aroma dendam, dalam pertemuan dengan timnas serumpun ini selalu melahirkan tensi yang tinggi. Lagi-lagi GBK menjadi tempat yang indah buat Harimau Malaya, kita kalah 0-1 dan emas menjadi milik Malaysia. Tidak bisa dipungkiri saat itu timnas Malaysia berada pada era keemasannya, juara tiga Piala Asia dan lolos ke olimpiade Moskow 1980.

4. Sea Games 1997

Boleh dibilang penampilan timnas Sea Games 1997 dibawah pelatih Henk Wullems adalah penampilan terbaik tim nasional selama dekade 90an. Di babak awal grup Garuda senior tampil atraktif dengan hasil mengalahkan Laos 5-2, Vietnam 2-2, Malaysia 4-0 dan Filipina 2-0. Di semifinal Kurniawan dkk mematahkan perlawanan Singapura 2-1.

Tibalah partai puncak Indonesia menantang juara bertahan Thailand. Stadion GBK penuh sesak dengan ratusan ribu suporter. Saat itu panitia menggratiskan tiket masuk. Luapan penonton dan teror mental ke tim gajah putih tidak mampu menjinakkan keganasan Tawan Sripan dkk. Di babak pertama timnas tertinggal 0-1, stadion GBK pun rusuh penonton mengamuk seakan tidak tega melihat timnasnya dikalahkan musuh bebuyutannya. Setelah reda masuk babak kedua Kurniawan berhasil mengkonversi sebuah umpan Widodo menjadi gol, skorpun imbang 1-1.

Masuk fase extra time 2×15 menit, penonton semakin gelisah gawang Thailand terlalu tangguh untuk ditembus. Pertandingan harus diselesaikan lewat adu penalti, tiga algojo Indonesia sukses menjalankan tugasnya begitu juga Thailand. Penendang ke-4 Indonesia Ronny Wabia gagal dan juga algojo terakir kita Uston gagal, Thailand pun meraih emas di kandang kita. Lagi-lagi GBK bukan
 hoki buat timnas kita.                               

Kegagalan lain menyakitkan yang dialami tim nasional kita di GBK adalah saat Piala Asia Yunior 1994, timnas Primavera yang membutuhkan kemenangan melawan Iraq dipartai terakhir justru bermain imbang 0-0. Timnas yunior gagal ke semifinal. Dan kekalahan melawan musuh serumpun Malaysia di partai akhir kemarin menambah deretan kelam tanpa emas Indonesia di GBK. Gelora Bung Karno yang megah menyimpan banyak cerita pahit perjalanan tim nasional kita, seakan GBK menyimpan kutukan bagi tim Garuda.

SEMOGA TIDAK TERULANG LAGI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar