Pages

Sabtu, 07 Januari 2012

''LA MASIA'', PENCETAK PEMAIN SEPAKBOLA BERBAKAT


Akademi klub Barcelona, ”La Masia”, kerap disebut salah satu akademi sepak bola terbaik di dunia. Namun, jangan membayangkan itu tempat pemain muda hanya digembleng sepak bola. ”La Masia”—yang berarti ”rumah petani”— bahkan hanya memberi porsi waktu 1 jam 45 menit per hari bagi pemainnya berlatih sepak bola pukul 19.00-20.45.

Porsi itu jauh lebih singkat ketimbang waktu mereka belajar di sekolah, yakni enam jam (08.00-14.00), dan tambahan belajar di asrama (16.00-18.00). Apa yang sebenarnya ditempa di ”La Masia” hingga jebolannya sehebat tiga finalis Pemain Terbaik Dunia 2010, Lionel Messi, Andres Iniesta, dan Xavi Hernandez?

”Itu yang mengejutkan banyak orang,” kata Carles Folguera, Direktur Asrama ”La Masia”, seperti dikutip New York Times, Juni 2011. ”Orang berpikir, pemain di sini hanya bermain sepak bola dan tidak belajar. Kami menyiapkan mereka untuk dunia olahraga, tetapi juga masa depan lainnya jika gagal di olahraga.”

Sistem pembinaan ”La Masia” memang berbeda dari model pembinaan usia muda di Amerika Serikat, yang berbasis di sekolah-sekolah. Juga berbeda dari tipikal sekolah-sekolah sepak bola di Eropa, dimana pemain sering berhenti sekolah pada usia 15 tahun untuk lebih total dan fokus di olahraga.

Sebaliknya terjadi di ”La Masia”. Menurut ofisial tim, selusin pemain Barcelona B dan juga bintang Andres Iniesta bahkan mengambil kuliah. Bagi ”La Masia”, seperti juga pembinaan usia muda Uruguay di kompleks Celeste, Montevideo, pendidikan formal di sekolah adalah hal yang tidak bisa ditawar.

Di luar akhir pekan, setiap pagi anak-anak ”La Masia” berusia 7-18 tahun dijemput bus antar jemput untuk belajar di sekolah-sekolah terbaik di kota Barcelona hingga siang. Plus dua jam pelajaran tambahan di asrama, sore hari, total jam belajar anak-anak ”La Masia” itu delapan jam per hari.

”Kami mengutamakan pendidikan akademik agar mereka memiliki bekal hidup yang cukup dan akan siap jika harus bekerja di bidang lain,” kata Ruben Bonastre, Wakil Direktur Akademi ”La Masia”, dalam wawancara dengan tabloid Bola, Mei 2011. ”Memang baik mencetak pemain berkualitas, tetapi jauh lebih penting mencetak pemain dengan pribadi yang bagus,” lanjut Bonastre. ”Hanya dengan pribadi berkualitas yang akan menjelma menjadi pemain berkualitas.”

Itulah filosofi mendasar dan bukan sekadar berlatih sepak bola di ”La Masia”. Akademi itu berdiri pada 1979 atas masukan legenda Johan Cruyff yang bermain di Barcelona era 1970- an. Lewat nilai-nilai itu pula, bintang seperti Messi, Iniesta, dan Xavi dipoles dan digembleng sepak bola.

Sebelum pindah ke kompleks baru di Ciudad Deportiva, Sant Joan Despi, senilai 11 juta euro (sekitar Rp 128,8 miliar), Oktober lalu, anak-anak ”La Masia” menempati bangunan tua berusia ratusan tahun, tak jauh dari Stadion Nou Camp. Sebanyak 50 dari sekitar 210 siswa akademi itu tinggal di asrama. Sisanya, yang dari Barcelona, tinggal di rumah bersama orangtua.

”Di sini kami mendidik disiplin, teratur, kontrol diri, dan kami berusaha menunjukkan, pemain sepak bola bisa jadi bintang tanpa harus pamer,” ujar Folguera kepada BBC.

Tidak semua pemain ”La Masia” mendapat tempat di tim utama Barcelona. Namun, akademi itu telah menyiapkan masa depan mereka. Yang pasti, lewat sistem pembinaan usia muda di ”La Masia”, Barcelona tidak kekurangan para calon bintang.

Setelah Xavi dan Iniesta, sudah muncul generasi baru ”La Masia”, seperti Thiago Alcantara (20 tahun), Marc Muniesa (19), Sergi Roberto (19), Martin Montoya (20), dan Marc Bartra (20). Di bawah mereka, siap menyusul bocah berusia 14 tahun asal Korea Selatan, Park Sheung-Ho, yang oleh koran-koran lokal Barcelona disebut ”Messi baru berikutnya”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar