Pages

Sabtu, 14 Januari 2012

MERAJUT TALENTA INDONESIA

Indonesia berpenduduk lebih dari 220 juta jiwa, terbanyak keempat dunia. Namun, mengapa dengan penduduk melimpah negeri ini, Indonesia tandus gelar juara, bahkan di level Asia Tenggara pun tak kuasa? Mungkin tak cukup sehari-semalam mendiskusikannya.

Bukan diskusi atau retorika yang diperlukan saat ini, melainkan rencana matang dan aksi nyata. Lelah dan bosan publik sepak bola negeri ini mendengar jargon-jargon pentingnya pembinaan usia muda. Namun, belum pernah ada wujud konkretnya.

Bagaimana memulai pekerjaan besar di wilayah dengan bentang setara London-Moskwa ini? Di tangan pria Jerman, Timo Scheunemann (38), peta jalan pembinaan usia muda itu dicoba direkonstruksi.

Garis besar peta jalan pembinaan usia muda di Indonesia, seperti dijabarkan Timo—panggilan akrabnya—dalam modul lebih dari 200 halaman yang dipaparkan pada pelatihan di Malang, Jawa Timur, 15-25 Januari, berkisar pada pendirian enam Akademi Nusantara dan posisi pengurus cabang (pengcab) sebagai garda terdepan pengelola kompetisi usia muda antar-SSB (U-12, U-14, U-16, dan U-18).

Pengcab yang berada di level kabupaten atau kota diharapkan bisa memutar kompetisi empat kelompok umur itu antar-SSB di daerahnya setiap pekan.

”Tak harus berbentuk liga atau turnamen. Yang penting banyak pertandingan dan berjalan tiap pekan,” papar mantan Pelatih Persema Malang itu.

Kompetisi, turnamen, atau apa pun istilahnya menjadi dasar pemanduan bakat talenta-talenta muda di Tanah Air. Tim juara tiap kelompok umur di setiap pengcab diadu di level provinsi. Juara provinsi kembali diadu di tingkat wilayah—ada enam wilayah yang juga menjadi lokasi Akademi Nusantara—dan keenam juara wilayah itu tampil di tingkat nasional dengan arena Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.

”Model kompetisi seperti itu tidak akan mengganggu sekolah pemain. Turnamen di level provinsi, wilayah, dan nasional itu kira-kira hanya sepekan,” ujar Timo.

Enam wilayah lokasi Akademi Nusantara adalah Padang, Bandung, Malang, Balikpapan, Makassar, dan Manokwari.

Kecuali Padang yang mengambil tempat di Universitas Negeri Padang, akademi itu memanfaatkan fasilitas TNI atau Angkatan Laut (AL). Timo menjelaskan, selain untuk menekan biaya, lapangan fasilitas TNI dan AL itu bagus, ada suasana disiplin, dan memudahkan pengawasan. Siswa akademi tidak dipungut biaya, termasuk biaya pendidikan mereka di sekolah terdekat.

Setiap akademi diisi 44 talenta muda terbaik di tiap wilayah (22 pemain U-17 dan 22 pemain U-19), berawal dari hasil pemanduan bakat di 37 kota dari Banda Aceh hingga Jayapura. Talenta terbaik dari semua akademi itulah bahan baku tim elite kelompok umur nasional yang digodok lagi di Jakarta.

Begitulah ringkasnya. Peta jalan pembinaan usia muda ini belum melibatkan klub, tetapi tergambar beratnya tantangan. Masalah sumber daya manusia, dana, konsistensi, koordinasi, kasus pencurian umur, pemain titipan, dan lain-lain merupakan tantangan yang tak ringan. Namun, aksi nyata harus dimulai. Jepang melakukan itu 20-an tahun silam. Jika tak sekarang, kapan lagi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar