Pages

Jumat, 03 Mei 2013

Sistem Ujian Nasional Vs Sistem Ujian Pendidikan Khilafah

Tanggal 2 Mei adalah hari pendidikan Nasional. Sekarang bangsa Indonesia sudah memasuki tahun 2013, berarti bangsa ini sudah ”merdeka” selama 68 tahun. Tentu kita patut bertanya, apa kabar dunia pendidikan Indonesia? Sudahkah dunia pendidikan memberikan kontribusi SDM unggul yang mampu menjadikan bangsa Indonesia maju?.

Berhasilnya pendidikan suatu bangsa menjadikan bangsa itu bangkit untuk mencapai kemajuan. Sebaliknya mundurnya suatu bangsa karena gagalnya pendidikan, untuk membangkitkannya melalui pemikiran. Jika di perhatikan bangsa- bangsa di dunia ini tidak ada yang hancur karena kemiskinanya. Akan tetapi hancurnya bangsa, karena bangsa itu tidak berhasil menjadikan pemikiran sebagai pijakan kebangkitan karena gagalnya pendidikan. Karena pemikiran manusia rusak, maka kerusakan terjadi di seluruh aspek kehidupan.

Di bidang politik, banyak politikus yang praktek politik ’dagang sapi’, di bidang hukum ada mafia peradilan, sehingga kebenaran tidak lagi memihak pada yang benar, akan tetapi kebenaran memihak siapa yang mempunyai kekuasaan dan uang. Apalagi korupsi hampir bisa ditemukan di seluruh bidang, termasuk pendidikan. Lulusan perguruan tinggi masih banyak yang tawuran, membawa senjata tajam, merusak kampus dan gedung yang lain. Inilah akibat kegagalan pendidikan, yaitu kerusakan di mana-mana.

Carut marut pendidikan kita ternyata sejak dari visi, misi, tujuan, kurikulum , metode sampai pada evaluasi pendidikan. Bahkan tidak hanya tataran konsep, tapi hal yang teknis pun demikian. Kisruh Ujian Nasional (UN) yang baru-baru ini terjadi merupakan bukti nyata atas semua kondisi memprihatinkan tersebut.

UN tidak mampu mencapai tujuan pendidikan Nasioanal.

Menurut Herwindo, Ph.D dalam makalahnya pada Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia II, menyebutkan bahwa target dari evaluasi pendidikan adalah untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang disampaikan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional sudah tercapai atau belum.[1]

Adapun tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 dan Undang-Undang No 2 tahun 1989, adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang mandiri serta demokratis[2]

Dengan demikian jelas UN tidak bisa sebagai alat mengukur keberhasilan pendidikan, karena untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah disebutkan di atas, UN hanya mampu menunjukkan kompetensi dalam ranah kognitif, yaitu hanya satu tujuan berilmu, itu pun kalau jujur. Karena sudah menjadi rahasia umum siswa dapat bocoran soal, jawaban dari yang lain, termasuk gurunya. Lalu bagaimana dengan tujuan yang lain yaitu menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang mandiri serta demokratis?. Apakah tujuan ini bisa dinilai dengan UN?. Apakah siswa yang melakukan pergaulan bebas, bisa dijamin tidak lulus UN karena tidak berakhlak mulia?.

Kerusakan sistem UN ini sangat parah. Sudahlah hanya menilai sisi kognitif nya saja, itu pun ternyata tidak semua pelajaran masuk dalam UN. Tentu saja penilaian semacam ini tidak akurat dan tidak mampu mempresentasikan kemampuan siswa yang sebenarnya. Misalnya untuk SD dari 10 pelajaran, yang diujikan hanya 3 mata pelajaran yaitu Bahasa Indonesia, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Sedangkan untuk SMP dari 12 mata pelajaran yang diujikan hanya 4 mata pelajaran, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, ilmu Pengetahuan Alam dan Bahasa Inggris.

Konsep Evaluasi Pendidikan Khilafah Handal

Tujuan pendidikan pada Madrasah Ibtidaiyah, Mutawasithah dan Tsanawiyah atau SD-SMP-SMU dalam Negara Khilafah adalah: Pertama, membentuk Generasi Berkepribadian Islam. Yaitu membentuk pola tingkah laku anak didik yang berdasarkan pada akidah Islam, senantiasa tingkah lakunya mengikuti Al Qur’an dan Al Hadis). Kedua, Menguasai Ilmu Kehidupan (Keterampilan dan Pengetahuan). Yaitu menguasai Ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengarungi kehidupan yang diperlukan, agar dapat berinteraksi dengan lingkungan, menggunakan peralatan, mengembangkan pengetahuan sehingga bisa inovasi dan berbagai bidang terapan yang lain. Ketiga, Mempersiapkan anak didik memasuki jenjang sekolah berikutnya.

Pada tingkat perguruan tinggi ilmu yang didapat tersebut bisa dikembangkan sampai derajat pakar di berbagai bidang keahlian, ulama’, dan mujtahid.

Evaluasi pendidikan dalam sistem pendidikan pada masa Khilafah Islamiyah handal dan dilakukan secara komprehensif, untuk mencapai tujuan pendidikan. Ujian umum diselenggarakan untuk seluruh mata pelajaran yang telah diberikan[3]. Ujian dilakukan secara tulisan dan lisan. Munadhoroh adalah teknik ujian lisan mengenai suatu ilmu. Ujian lisan ini merupakan teknik ujian yang paling sesuai untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa untuk memahami pengetahuan yang telah dipelajari.[4] Ujian lisan dilakukan baik secara terbuka maupun tertutup. Di samping itu tentu ada ujian praktek pada keahlian tertentu. Siswa yang naik kelas atau lulus harus dipastikan mampu menguasai pelajaran yang telah diberikan dan mampu mengikuti ujian sebaik-sebaiknya.[5] Tentu saja siswa-siswa yang telah dinyatakan kompeten/lulus adalah siswa-siswa yang betul-betul memiliki kompetensi ilmu pengetahuan yang telah dipelajarinya dan bersyakshiyah Islamiyah atau memiliki pola tingkah laku yang Islami.

Pada masa pemerintahan Khalifah Al Fatih, pendidikan Islam semakin maju. Karena Al Fatih adalah Khalifah yang hebat. Di samping mampu menaklukkan Konstantinopel, sebuah kota pertahanan militer paling kuat saat itu, beliau juga sangat perhatian terhadap pendidikan. Khalifah Al Fatih rahimallahu anhu mengeluarkan hartanya pribadi untuk membangun sekolah-sekolah di seluruh kota besar dan kecil. Sebagai kepala Negara, Khalifah Al Fatih menetapkan manajemen sekolah, mengatur dalam jenjang dan tingkatan-tingkatan, menyusun kurikulum pada setiap level, termasuk sistem ujian untuk semua siswa[6].

Lebih dari itu Muhammad Al Fatih sebagai kepala Negara Khilafah yang wilayahnya sangat luas sekitar 2/3 dunia, masih menyempatkan waktu untuk memonitor dan membimbing pendidikan rakyatnya. Bahkan Al Fatih tidak jarang datang ke sekolah, mendengarkan bagaimana guru mengajar. Beliau juga mengunjungi saat siswa ujian. Dan perhatiannya pada dunia pendidikan juga ditunjukkan dengan memberikan hadiah pada siswa berprestasi, padahal pendidikan diselenggarakan Negara Khilafah untuk rakyatnya secara gratis.[7]

Pada tingkat perguruan tinggi sistem ujian yang handal meliputi ujian praktek, ujian tertulis dan ujian lisan. Ujian Lisan diadakan secara terbuka, para penguji bisa guru/dosen/profesor yang mengajar di lembaga pendidikan tersebut. Untuk suatu keahlian tertentu penguji dari internal dan eksternal. Ulama’ dan para intelektual manapun berhak untuk menguji.

Hak- hak istimewa setelah lulus ujian, boleh melakukan perbuatan: Mengajarkan ilmunya; Meriwayatkan hadits Rasulullah yang berasal dari guru-gurunya; Berfatwa, Mengobati penyakit, bila sudah menguasai ilmu kedokteran; Meracik obat, bila sudah menguasai ilmu obat-obatan; dan lain lain.

Dari uraian di atas terbukti hanya dengan sistem Pendidikan Islam yang berada dalam naungan pemerintahan Islamlah, Ujian bisa beres dan mencapai tujuan pendidikan Islam bisa tercapai secara sempurna. Hanya Khilafah lah yang memfasilitasi kewajiban kaum muslimin berpendidikan. Sabda Rasulullah:

طلب العلم فريضة على كل مسلم

Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim
Oleh karena itu kita harus meninggalkan sistem pendidikan sekuler. Yang itu berarti harus membuang jauh-jauh sistem politik demokrasi, dan sebagai gantinya kita terapkan sistem pendidikan Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Allahu A’lam.

[1]. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia II, Kurikulum untuk Abad 21, Jakarta, PT Grasindo, 1994,hlm 236
[2]. Undang undang Republik Indonesia no 20, tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional( Sisdiknas)
[3]. Abu Yasin, Ususu Ta’lim fi Daulah al Khilafah, Bogor, Pustaka Thariqu Izzah, tahun 2004, cetakan kesatu, hlm 69-70
[4] Abdurrahman al Baghdadi dalam karyanya Sistem Pendidikan di masa Khilafah Islam, Bangil: Al Izzah, tahun 1996, hlm 87
[5] Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan runtuhnya Khilafah utsmaniyah, Jakarta, Pustaka al Kautsar, tahun 2004, cetakan kedua, hlm 179-180
[6] Ibid
[7] Ibid
 
Oleh: Rahma Qomariyah, M.Pd.I
(Kandidat Doktor Pendidikan Islam dan DPP Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar