Ketika kita mendengar negara Pantai Gading, langsung terbayang sebuah
negara di Afrika yang yang terus dilanda konflik berkepanjangan. Pantai
Gading atau Ivory Coast atau Cote d’Ivoire (bahas Prancis) sebuah
negara kaya, penghasil coklat terbesar di dunia, berbatasan dengan
banyak negara, antara lain Burkina Faso, Mali, Guinea, Liberia dan
Ghana.
Memang benar, inilah negara Afrika yang terus bertikai. Bayangkan
hanya dalam sepekan dalam bulan April 2011, 800 orang terbunuh. Selama
sepekan, tentara pendukung Quattara menghadapi perlawanan sengit dari
pasukan Laurent Gbagbo di kota utama Pantai Gading, Abidjan. Pada bulan
Maret 2011 menurut Badan pengungsi PBB, sekitar satu juta orang telah
melarikan diri dari rumah mereka karena kekerasan setelah pemilihan
presiden yang dipersengketakan.
Konflik di Pantai Gading yang terletak di pantai Atlantik, teluk
Guinea, Afrika Barat ini telah berlangsung lama, terutama antara
komunitas Islam dan Kristen. Terakhir, perang saudara pecah karena
presiden sebelumnya Gbago, tidak mau menyerahkan kekuasaannya. Padahal
lawan politiknya Ouattara yang beragama Islam telah memenangkan pemilu
dengan 54,1 persen suara. Lebih unggul dibanding Gbago yang mendapat
45,9 persen. Konflik agak mereda setelah Gbago akhirnya ditangkap pada
bulan April 2011.
Konflik komunitas pemeluk agama Islam (utara)-Kristen (selatan) tidak
bisa dilepaskan dari sikap diskriminasi politisi Kristen terhadap umat
Islam. Untuk mengaburkan jumlah dan peran serta umat Islam di Pantai
Gading, pemerintahan era Henri Konan Bedie meluncurkan program
‘kemurnian trah Pantai Gading’. Ini berarti, suku pendatang yang menetap
di bagian utara Pantai Gading yang berasal dari Mali dan Burkina Faso
dan mayoritas Muslim tidak mendapatkan tempat yang layak (kelas dua).
Dengan alasan ini pula, tokoh Muslim Pantai Gading, Alassane Dramane
Ouattara hengkang dari jabatan perdana menteri tahun 1993. Alassane
Ouattara dituduh bukan berasal dari ‘trah asli Pantai Gading’, namun
berasal dari Burkina Faso. Hal inilah yang memicu perang saudara yang
melibatkan komunitas Muslim dan Kristen di Pantai Gading pada tahun
2002.
Yang mungkin banyak di antara kita tidak tahu, ternyata Pantai Gading
adalah negeri dengan mayoritas penduduknya adalah Muslim. Total
penduduk negara ini adalah 21, 6 juta (data PBB, 2010). Dan berdasarkan
laman Wikipedia.org pada tahun 2008, 38,6 persen dari penduduk
Pantai Gading adalah Muslim, diikuti oleh 32,8 persen Kristen, 11,9
persen melakukan agama adat dan 16,7 persen tanpa agama.
Islam datang ke Afrika Barat dalam tiga gelombang. Pertama pada abad
ke-9 ketika bangsa Barbar Afrika Utara menyebarkan Islam ke kerajaan
Ghana. Kedua pada abad ke-13, ketika Kesultanan Mali terbentuk dan
menyebarkan Islam ke seluruh Sabana di Afrika Barat sampai dengan abad
ke-18. Terakhir pada abad ke-19 ketika seorang pahlawan Muslim Mali,
yaitu Samore Toure menyebarkan ke arah selatan Afrika.
Islam masuk ke Pantai Gading pada gelombang ke-2, yaitu pada abad
ke-13 ketika Kesultanan Mali berjaya dan menyebarkan Islam ke seluruh
penjuru Afrika Barat. Sedangkan Kristen datang pada abad ke-17.
Mayoritas pemeluk Islam di Pantai Gading beraliran Sunni, dan mengikuti
Madzhab Maliki. Aliran sufi juga dianut oleh sebagian komunitas Muslim
Pantai Gading. Aliran sufi yang dianut adalah Qadiriyah dan Tijaniyah.
Perkembangan Islam di Afrika, tidak lepas dari peran Muawiyah ibn Abi
Sofyan. Dia mengutus Uqbah ibn Nafi menjadi gubernur di Afrika pada 666
M dengan ibukota di Fustat. Ia memimpin pasukan menghadapi tentara
musuh yang mengacau di Fezzaan (sekarang daerah Libya Selatan) dan
Wardan. Uqbahlah yang pertama kali menembus padang pasir Sahara,
menembus wilayah-wilayah Sudan termasuk Ghana dan membuka jalan sampai
ke kota. Pada periode kedua masa Yazid I, Uqbah memperluas wilayah
kekuasaannya sampai Maroko. Berarti seluruh Ifriqiyah dan daerah
al-Maghrib al-Aqsa jatuh di tangannya dengan amat cepat dalam waktu yang
sangat singkat, maka Uqbah dijuluki sebagai Alexander Muslim.
Perlu dicatat, berbeda dengan sekarang, Afrika ketika di bawah
naungan Khilafah mengalami kesejahteraan. Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan,
Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkat, ‘’Saya pernah
diutus Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika.
Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikan kepada orang-orang
miskin. Namun saya tidak menjumpai seorangpun. Umar bin Abdul Aziz telah
menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan.’’ Pada masa beliau
pula, pernah diutus 10 orang ahli fikih ke Afrika Utara untuk mengajar
anak-anak Barbar ajaran-ajaran Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar